Opini  

Tameng Politik Gesek, Demokrasi Mulia Keok

Unjuk rasa serentak seluruh Mahasiswa dibeberapa daerah Gambar/Tempo

Bidikdot.com Pelantikan Presiden terpilih periode 2019-2024 tinggal sebulan lagi hiruk pikuk persoalan dalam negeri kini terlihat seperti kengerian yang tak kunjung selesai.masyarakat di buat bingung terasa seperti kekacauan yang terencana dan dianggap sebagai nilai sepele yang tak perlu ditanggapi dan di persoalkan.

itulah wajah Indonesia tercinta saat ini. teknologi berperan penting dalam membuat skema informasi yang berbau hoax dalam wadah sosial media, karena teknologi pula manusia dijebak dalam rana yang tidak terkendali.mulai dari penyebaran informasi yang tidak bertanggung jawab di asrama mahasiswa Papua, sampai merebaknya unjuk rasa yang menjurus pada tindakan anarkis yang brutal dan
akhirnya korban jiwa pun berjatuhan di tanah Papua khususnya di Kota Wamena pada Senin 23/9/2019.

Baca Juga : Pemblokiran Internet Redam Situasi Panas Wamena Papua

Tidak sampai disitu yel-yel menyampaikan tolak Jokowi sebagai Presiden Indonesia terus berdengung dari mereka yang tidak terkendali emosi untuk mendapatkan tujuan yang di inginkan sampai pada pengrusakan fasilitas  umum yang negara siapkan.

Memiriskan memang  kondisi berpikir manusia Indonesia saat ini walau perilaku  itu tidak mewakili keseluruhan rakyat Indonesia yang masih mencintai NKRI serta ingin tetap mempertahankan nilai kemanusiaan saling menghargai.

Tuntutan penolakan terhadap Revisi Undang-Undang KPK, RKUHP, dan lainnya yang dilakukan oleh para mahasiswa pada 24/9/2019 serentak di beberapa daerah merupakan sandiwara yang dibuat bak sutradara profesional atas dahlil keadilan untuk rakyat Indonesia.yang jadi pertanyaan haruskah tuntutan yang disampaikan diatas merusak fasilitas-fasilitas umum yang catatannya untuk keadilan dan  kesejahteraan?


Padahal Undang-Undang telah menjamin setiap warga negara berhak untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum tanpa harus mengganggu hal lain yang ada disekitarnya.

Kini itu terjadi bagi Indonesia khususnya mereka yang telah melakukan unjuk rasa yang pada akhirnya merusak bahkan membakar fasilitas umum, untuk memenuhi hasrat emosi yang tidak terkendali.kembali muncul pertanyaan kenapa itu 
dilakukan? lantas komentarnya ow itu bukan kami,…kami telah ditunggangi 
sekelompok orang


Kita telah di bodohi dengan kepandaian dan emosi tak terkendali seharusnya minta pemerintah untuk dapat mengundang “KAMI” yang tidak setujuh dengan segalah yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah duduk bersama pecahkan solusi untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia bukan kebrutalan yang begitu ngeri di pertontonkan malah sebaliknya kita sementara kembali kemasa
lalu yang begitu kelam.

Bagi para elit politik dan birokrasi seharusnya politik mendantangkan kedamaian dan kesentosaan bukan sebaliknya.politik seperti alat gesek tanpa berproses langsung dapat terjadi, demikian juga demokrasi seharusnya menciptakan suasana yang penuh keelokan tapi kini demokrasi mulai keok atas tujuan sepihak yang tidak bertanggung jawab nilai-nilai luhur demokrasi sudah dikesampingkan yang penting tujuan sampai.

Baca Juga : Tarik Menarik Pengahan Pimpina KPK Terpilih

Haruskah ini kita wariskan bagi generasi yang akan datang bahwa unjuk rasa, anarkis dan terciptanya korban merupakan mata rantai yang harus dipertahankan sebagai alat solusi cerdas dari pemangku kepentingan yang tidak terpuaskan?

semoga ini tidak akan menjadi konvensi tegak berdiri seakan itulah fakta yang harus dilalui tanpa harus melakukan hal-hal yang konstruktif dalam bingkai egois sesaat. pandanglah Bhineka Tunggal Ika bukan sebagai logo tetapi sebagai ceremony kesatuan anak-anak bangsa yang mencintai satu dengan yang tanpa sekat pemisah sampai akhir hayat kita menutup mata.salam Indonesia Damai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *