Opini  

Polemik Standar Penetapan Pasien Terpapar Corona Menurut Protap Covid-19

Ilustrasi gambar from pixabay



Bidikdot.com Hiruk pikuk penanganan pasien Covid-19 didaerah Sulawesi Utara menjadi trending topik bahasan dalam setiap informasi jika terjadi kasus baru entah itu Orang Dalam Pemantauan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dalam seminggu terakhir ini sebab sering terjadi kesalahan pemahaman antara keluarga pasien dengan tim medis perihal standar penetapan pasien Covid-19 sebagaimana pengaturannya dalam protokol penanganan kesehatan virus corona.

Pada Selasa 2 Juni 2020 terjadi klaim pembenaran antara pihak keluarga pasien dan tim medis di RS Budi Mulia Bitung. Pihak keluarga pasien yang meninggal tidak menerima hasil dari tim medis yang mana setelah pasien meninggal harus mengikuti prosedur pemakaman protokol kesehatan Covid-19.

Menurut pihak keluarga menganggap bahwa yang bersangkutan tidak memiliki tanda-tanda terpapar covid-19 sebab setelah hasil pemeriksaan di RS Budi Mulia Bitung pasien tersebut mengalami kekurangan Kalium (Hipokalemia) “mineral dalam tubuh yang mengendalikan fungsi sel saraf dan otot, terutama otot jantung”-sumber alodokter.

Namun setelah pasien tersebut meninggal tim medis menyarankan dilakukan tatacara pemakaman protap kesehatan covid-19. tetapi pihak keluarga keberatan atas putusan dari para tim medis tersebut tetapi setelah dialog akhirnya mereka pun harus pasrah dengan penuh tanda tanya.

Dari pantauan kami lewat media sosial perkembangan kasus ini dengan beragam komentar para partisipan bahwa melihat penetapan pasien covid-19 menurut penanganan intesif pasien terpapar covid-19 di Sulawesi Utara terkesan dipaksakan dan tidak ada penetapan standar penanganan tepat terhadap seseorang yang ditetapkan pasien corona.

Sehingga mulai terlintas kepada masyarakat stigma buruk dari tim medis yang sejujurnya mereka harus dihargai sepenuhnya oleh masyarakat karena telah menjadi garda terdepan barisan masyarakat Indonesia memerangi corona virus desease 19. dari peristiwa tersebut muncul pertanyaan dari masyarakat Bitung kenapa sering ada kasus kematian dalam pantauan pasien sementara sebagai ODP maupun PDP tim medis sering mengarahkan ke pemakaman protap covid-19

Hal lain membuat masyarakat bertanya-tanya kepada tim medis kenapa kurang transparannya penyampaian hasil dari pasien yang ditetapkan ODP maupun PDP.

Padahal jika menyimak dari awal penanganan covid-19 secara nasional bahwa seseorang benar-benar ditetapkan sebagai pasien positif corona harus melewati tahapan proses uji laboratorium dengan metode Polymerase Chein Reaction (PCR) sebab hasil dari pemeriksaan inilah menjadi standar penetapan seseorang benar-benar positif corona atau tidak.

Tetapi saat ini penetapan seseorang sebagai ODP dan PDP nerujuk pada gejalah yang ditunjukan pasien sesuai dengan gejalah virus corona dan harus masuk ruang Isolasi sebagaimana diberlakukan pada RS rujukan Covid-19 padahal pasien tersebut memiliki riwayat sakit biasa setiap harinya dialami seperti asam urat disertai dengan demam dan sakit kepala masuk pasien dalam pengawsan padahal penyakit asam urat jika akan kambuh gejalahnya adalah demam disertai sakit kepala.

Sekarang pertanyaannya jika semua gejala tadi masuk kategori covid-19 dan semisal pasien tersebut meninggal dunia dan tetap diberlakukan dengan tatacara  pemakaman protap covid-19 apakah tidak mungkin anggapan masyarakat terhadap Rumah Sakit akan menjadi dingin dan menjurus pada penilaian bahwa RS lewat para medisnya menghadirkan ketakutan dan keseraman sehingga niat untuk kerumah sakit diurungkan dengan pertimbangan tadi.

Telah banyak masyarakat menyampaikan tanggapannya sekitar keinginan untuk kerumah sakit namun ada rasa takut jangan-jangan akan kena isolasi diruang rawat darurat karena hanya sakit sepeleh seperti influensa kesemutan dan lain-lain.

Padahal pihak rumah sakit dapat menciptakan rasa nyaman terhadap masyarakat untuk datang memeriksakan dirinya kerumah sakit. jika stigma ini akan terbangun ditengah masyarakat dengan cara pandang tadi kemungkinan cara berfikirnya seperti ini “lebih baik rawat dirumah dan kalaupun Yang Kuasa telah berkehendak memanggil seseorang dari dunia itu lebih baik karena semua keluarga bisa melihat langsung” ketimbang dirumah sakit kena cara protap covid-19.

Akan sangat disesalkan memang seandainya itu mulai tumbuh dalam pemikiran masyarakat Sulawesi Utara khususnya di Kota Bitung memeriksakan diri kerumah sakit merupakan momok menakutkan padahal sebelumnya tidaklah demikian.

Maka dengan itu juga bagi warga masyarakat dapat memperhatikan beberapa kriteria kesehatan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus corona atas himbauan maupun kebijakan Pemerintah setempat. cara pandang yang keliru terhadap para medis dirumah sakit perlu untuk dipertimbangakan  sehingga kita pun tidak ada perasaan takut untuk kerumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan kita.

Beberapa informasi seputaran penanganan covid-19 sepanjang minggu ini yang menerpa keluarga pasien akan menjadi pengalaman berharga bersama baik para medis, Pemerintah maupun pihak pasien dan seluruh masyarakat sambil tetap jaga kesehatan dan tetap dirumah saja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *